Rabu, 12 September 2007

Raja Burung Parkit


Hidup bergelimang harta benda dan makanan yang enak-enak, tak selalu menyenangkan. Demikianlah yang dialami Baginda Raja Burung Parkit.

Pada jaman dahulu kala, Raja Burung Parkit dan rakyatnya yang tinggal di hutan Aceh hidup dengan tenteram dan damai. Setiap hari mereka bisa hinggap berpindah dari reranting satu pohon ke pohon lainnya. Mereka juga bisa makan biji-bijian dan buah-buahan yang bermacam-macam di hutan.

Namun sayang, kedamaian dan ketentraman itu harus terganggu karena pada suatu hari ada pemburu masuk ke hutan itu. Dia menaruh sangkar besar dan sangkar itu diberi perekat, sehingga burung-burung yang sudah terperangkap di sana tak bisa terbang lagi. Hampir semua rakyat di kerajaan burung tertangkap. Mereka terjeblos masuk ke dalam perangkap itu. Mereka sedih dan panik. Namun, Baginda Raja Burung Parkit berusaha menenangkan rakyatnya.

"Tenanglah kalian semua. Sekarang kalian tak bisa bergerak karena ada perekat di tubuh kalian. Jangan takut, itu memang perekat yang dipasang pemburu."

Baginda selanjutnya memberitahu ke semua rakyat,

"Nanti sang pemburu akan melepas perekat ditubuh kita semua. Jika ia mendapati kita sudah mati, ia akan membuangnya. Karena itu, kalian semua wahai rakyatku, berpura-puralah mati!" seru Baginda.

"Tunggu sampai hitungan seratus, setelah itu kita semua akan terbang bersama-sama," lanjut sang Raja Burung.

Benarlah, tak lama kemudian sang Pemburu datang, lalu memeriksa sangkar. Satu-satu dibuangnya perekat di tubuh burung-burung itu. Ia kecewa benar karena hampir semua burung tangkapannya dalam keadaan mati. Malang, ketika hendak membersihkan burung terakhir, yakni Sang Raja Burung, ia jatuh terpeleset. Hal ini sangat mengagetkan burung-burung lain. Lalu, serempak mereka semua terbang tinggi. Mereka tak menyadari bahwa raja junjungannya masih tertinggal. Ia pun ditangkap oleh Sang Pemburu.

Sang Pemburu semula berniat ingin menyembelih burung itu, namung sang Raja Burung memohon belas kasihan sambil mengucapkan janji.

"Jika aku kau biarkan hidup, aku akan menghiburmu. Aku akan bernyanyi setiap hari," ucapnya.

Sang Pemburu rupanya tertarik akan tawaran burung itu. Maka ia mengurungkan niatnya. Seperti janjinya, tiap hari sang Raja bernyanyi. Suaranya indah sekali. Keindahan suara sang Raja Burung terdengar sampai ke istana. Maka, Raja Manusia memanggil si Pemburu.

"Kudengar engkau memiliki burung yang kicaunya indah sekali. Benarkah demikian?" tanya Raja.

"Benar, Tuanku."

Tak berapa lama, terdengarlah suara nyanyian sang Raja Burung. Semua yang hadir terpesona. Begitu pula sang Raja Manusia. Atas persetujuan pemiliknya, Raja Manusia kemudian menukar burung itu dengan emas berlian yang banyak jumlahnya.

Selanjutnya sang Raja Manusia meletakkan burung itu di sangkar emas yang sangat indah dan besar. Raja Parkit sangat disayang Raja Manusia. Ia diberi makanan yang enak-enak. Setiap hari sang Raja Burung tetap bernyanyi untuk sang Raja Manusia, namun hatinya pilu. Ia rindu pada hutannya yang lebat pohonnya. Ia juga ingin kembali berkumpul bersama rakyatnya.

Suatu hari ia menggunakan siasat lamanya, yakni pura-pura mati. Sang Raja Manusia sedih sekali ketika mendapati burung kesayangannya itu tiba-tiba mati. Lalu ia memerintahkan untuk menguburkan burung itu dengan upacara kebesaran.

Ketika sedang menyiapkan upacara itu, sang Burung Parkit diletakkan di luar kandang karena dikira memang sudah benar-benar mati. Tak menyia-nyiakan kesempatan, saat itu terbanglah sang Raja Burung setinggi-tingginya. Ia lalu menempuh perjalanan yang jauh untuk sampai ke hutan tempatnya tinggal. Sesampai disana, ia disambut rakyatnya dengan penuh suka cita. Mereka kini sudah berkumpul semua dan bisa kembali menikmati kedamaian bersama.


Sumber Referensi :
Dea Rosa, 2007, Seri Mengenal Indonesia - Cerita Rakyat 33 Provinsi dari Aceh sampai Papua, Indonesiatera

Tidak ada komentar: